Asiaaudiovisualra09gunawanwibisono’s Blog

Just another WordPress.com weblog

Pengertian Kekerasan

Pengertian Kekerasan

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk — kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak — seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, dan sungguh sangat mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak ada upaya sistematik untuk mencegahnya, tidak mustahil kita sebagai bangsa akan menderita rugi oleh karena kekerasan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari maraknya perilaku kekerasan di masyarakat baik dilihat dari kacamata nasional maupun internasional.
Saat ini kita sebagai bangsa sudah dituding oleh beberapa negara lain sebagai sarang teroris, terlepas dari benar tidaknya tudingan itu. Di mata mancanegara, hidup di Indonesia menyeramkan. Sedangkan sebaliknya, kita di negri ini yang setiap hari hampir tak pernah bebas dari berita-berita kekerasan, mulai dibelajarkan dan terbiasa. Tuntutan untuk survive dan ketidakmungkinan untuk mengelakkan, menyebabkan masyarakat belajar hidup dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Dan pada akhirnya perlahan-lahan kita mulai menerima karena terbiasa.
Kalau tiba-tiba jalanan macet tanpa sebab, kita tidak lagi panik, tapi langsung berpikir kalau bukan demo, pelajar berkelahi atau ada bom. Dengan jawaban itu ada semacam ketenangan, sesuatu yang sering terjadi yang menyebabkan respon yang ditimbulkan menjadi biasa-biasa saja.

Para psikolog berpendapat bahwa salah satu faktor munculnya kekerasan dalam masyarakat adalah pengaruh media massa. Dewasa ini, media audio, visual, dan cetak, menyusupkan berbagai macam tindak kekerasan dalam sajian mereka. Dulu, masyarakat hanya dapat menyaksikan kekerasan hanya jika mereka ada disekitar lokasi kejadian. Namun saat ini, siapapun dapat menyaksikan tindak kekerasan dalam tayangan televisi. Bahkan, tayangan seperti dramatisasi kriminalitas, olahraga kekerasan, dan semacamnya kini menjadi salah satu acara yang paling diminati para pemirsa.

Seorang anggota lembaga psikolog AS, Arnold Cohen, berpendapat bahwa masalah pengaruh kekerasan yang ditayangkan di televisi sama dengan masalah dampak rokok yang menyebabkan penyakit kanker. Artinya, meski banyak program yang digalakkan untuk memberikan arahan kepada masyarakat tentang bahaya rokok, namun jumlah para perokok terus meningkat. Dan hal itu juga terjadi dalam masalah kekerasan. Tayangan televisi dan film yang menggambarkan dampak buruk dari tindak kekerasan ternyata tidak mampu mencegah meningkatnya kekerasan.
Tak diragukan lagi bahwa salah satu faktor meluasnya tindak kekerasan dalam masyarakat modern ini adalah pengaruh media massa. Para psikolog berpendapat bahwa penggunaan narkoba, pil koplo, dan alkohol, juga merupakan faktor munculnya kekerasan. Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Masih banyak lagi sebab dan faktor lainya termasuk pengaruh lingkungan. Semua itu akan menimbulkan ketidakseimbangan penalaran, perasaan, dan kejiwaan masyarakat. Oleh karena itu, banyak hal yang ahrus diperhatikan oleh pemerintah untuk menanggulangi perluasan kekerasan dalam masyarakat.

Dimanakah letak kesalahan media dalam memberitakan kekerasan? Berikut adalah petunjuk awal pemahaman.
Johan Galtung, profesor studi perdamaian Norwegia mencatat ada 12 keprihatinan yang membuat jurnalisme acapkali salah dalam memberitakan kekerasan, ke-12 keprihatinan itu adalah:

1. Kekerasan yang dekontekstual: berfokus pada hal irasional tanpa melihat alasan2 tentang konflik yang tak terselesaikan dan polarisasi.
2. Dualisme: Mengurangi jumlah pihak2 yg berkonflik menjadi 2, padahal seringkali banyak pihak terlibat. Cerita hanya berpusat pada perkembangan internal, seringkali mengabaikan pihak luar atau kekuatan “eksternal” (misalnya kekuatan asing dan perusahaan2 multinasional)
3. Manicheanisme: melukiskan satu pihak sebagai yang baik dan yang lain sebagai pihak yang “jahat”.
4. Armageddon: menyajikan kekerasan sebagai alternatif yang tak terhindarkan dan tak dapat dihilangkan.
5. Berfokus pada tindak kekerasan individu, sementara mengabaikan sebab2 struktural, seperti kemiskinan, kelalaian pemerintah dan represi militer atau polisi.
6. Kebingungan (confusion): berfokus hanya pada arena konflik (misalnya medan tempur atau lokasi peristiwa kekerasan)),tapi tidak pada kekuatan2 dan faktor2 yang mempengaruhi kekerasan itu.
7. Memilah dan mengabaikan: tidak pernah menjelaskan mengapa terjadi tindakan balas dendam dan spiral kekerasan.
8. Gagal melakukan investigasi mengenai sebab2 peningkatan dan dampak pelaporan media itu sendiri.
9. Gagal melakukan investigasi mengenai tujuan2 intervesionis luar, terutama negara2 besar.
10. Gagal melakukan investigasi mengenai proposal2 perdamaian dan tawaran citra damai.
11. Bingung mengenai gencatan senjata dan perundingan dengan perdamaian yang aktual.
12. Mengabaikan rekonsiliasi: konflik cenderung pecah lagi apabila tidak diperhatikan upaya2 rehabilitasi masyarakat yang sudah terpecah. Apabila upaya2 menyelesaikan konflik tidak ada, maka fatalisme makin diperkuat. Hal itu dapat mengakibatkan bahkan lebih keras, apabila orang tidak lagi memiliki gambaran atau informasi tentang kemungkinan perdamaian dan rehabilitasi.

July 5, 2009 - Posted by | Uncategorized

No comments yet.

Leave a comment